ISLAM,
KEMISKINAN DAN PEMBERDAYAAN DHU’AFA
DAN
MUSTADH’AFIN
Disusun
oleh :
Yusnia
Pohan (2011.35.1484)
Yuniasih
Solifah (2012.35.1805)
Latar
Belakang
Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.
Kemiskinan lahir bersamaan dengan keterbatasan sebagian manusia dalam mencukupi
kebutuhannya. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban
manusia. Pada setiap belahan dunia dapat dipastikan adanya golongan konglomerat
dan golongan melarat. Dimana golongan yang konglomerat selalu bisa memenuhi
kebutuhannya, sedangkan golongan yang melarat hidup dalam keterbatasan materi
yang membuatnya semakin terpuruk.
Pada sebagian besar pendapat manusia mengenai kemiskinan pada
intinya mereka berpendapat bahwa kemiskinan menggambarkan sisi negatif, yaitu
pengamen yang membuat tidak nyaman pengguna jalan raya, pengemis, gubuk kumuh
dibawah jembatan layang yang nampak tidak indah, mencemari sungai karena
membuang sampah sembarangan, penjambretan, penodongan, pencurian,dll. Dengan
demikian, kemiskinan sangat identik dengan kotor, kumuh, malas, sulit diatur,
tidak disiplin, sumber penyakit, kekacauan bahkan kejahatan.
Sebagai masalah yang menjadi isu global disetiap
negara berkembang, wacana kemiskinan dan pemberantasanya haruslah menjadi
agenda wajib bagi para pemerintah pemimpin negara. Peran serta pekerja sosial
dalam menangani permasalahan kemiskinan sangat diperlukan,
terlebih dalam memberikan masukan (input) dan melakukan perencanaan strategis
tentang apa yang akan menjadi suatu kebijakan dari pemerintah.
Pembahasan
A. Pengertian Kemiskinan dan Pemiskin
Kemiskinan Secara
etimologis berasal dari kata “miskin” yaitu suatu keadaan seseorang yang mengalami kekurangan atau
tidak mampu memenuhi tingkat hidup yang paling rendah serta tidak mampu mencapai
tingkat minimal dari tujuan‑tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tersebut
dapat berupa konsumsi, kebebasan, hak mendapatkan sesuatu, menikmati hidup dan
lain‑lain (Husen, 1993).
Menurut De Vos kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak
mampu mencapai salah satu tujuannya .
Di lain pihak
Friedmann (1979), mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidaksamaan kesempatan
untuk mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Basis kekuatan sosial meliputi
modal yang produktif atau asset (misalnya, tanah, perumahan, peralatan,
kesehatan dan lain‑lain); sumber‑sumber keuangan (income dan kredit yang memadai); organisasi sosial dan politik yang
dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (partai politik, sindikat,
koperasi dan lain‑lain); jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang‑barang dan lain‑lain; pengetahuan dan
keterampilan yang memadai; dan informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan
anda.
Dari segi sosial, kemiskinan penduduk
dapat juga disebutkan sebagai
suatu kondisi sosial yang sangat rendah,
seperti penyediaan fasilitas kesehatan yang tidak mencukupi dan penerangan yang
minim (Sumardi dan Dieter, 1985). Kondisi sosial lain dari penduduk miskin
biasanya dicirikan oleh keadaan rumah tangga dimana jumlah anggota keluarga banyak,
tingkat pendidikan kepala rumah tangga dan anggota rumah tangga rendah, dan
umumnya rumah tersebut berada di pedesaan (BPS, 2002).
Dari segi ekonomi, rumah tangga miskin
dicirikan oleh jenis mata pencaharian pada sektor informal di pedesaan maupun
di perkotaan, sering berpindah-pindah mata pencaharian dari produktivitas yang
rendah sehingga menyebabkan pendapatan yang rendah.
Jadi kemiskinan
adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Pemiskinan adalah proses
dimana orang menjadi miskin. Banyak hal yang menyebabkan menjadi miskin, antara
lain korupsi, pendidikan yang rendah, dll.
Dalam islam, dikenal
istilah mustadh’afin pengertianya dari kata mustadh’af yakni kaum lemah atau di lemahkan. Bisa juga kaum yang tertindas dan tindak
berdaya. Istilah
ini berasal dari akar kata dhu’fun
(lemah) dalam alquran , selain istilah mustadh’af di gunakan juga istilah dhu’afa( bentuk jamak) plural dari dha’if ada beberapa golongan yang termasuk dalam musthad ‘afin sepeti
wanita, anak yatim, serta kaum fakir miskin. Istilah mustadh afin biasanya merujuk kepada masalah kemiskinan,etos kerja. Dan ketidakberdayaan
dalam menjalani kehidupan, masalah ini
muncul biasanya karena kesalahan diri sendiri
Orang - orang yang sering meminta sumbangan dengan mengatas namakan islam tapi untuk kepentingan diri sendiri, itu disebut juga kaum musthad afin . Mereka lemah dan tidak berdaya dalam
arti selalu menyerah dengan keadaan dan
enggan memaksimalkan kemampuanya dengan ummmat yang lebih terhormat. Mereka lebih nyaman bergantung kepada orang lain padahal dirinya mampu.
B. Jenis – jenis Kemiskinan (Natural, Kultural, Struktural)
1.
Kemiskinan
alamiah atau natural yaitu
kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami seseorang; misalnya cacat mental
atau fisik, usia lanjut sehingga tidak mampu bekerja, dan lain-lain.
2. Kemiskinan
kultural adalah kemiskinan dimana penyebabnya berasal
dari dalam, budaya dia sendiri yang menyebabkan ia terbelit dalam kemiskinan.
Dalam diri manusia ada sifat yang membuat ia kaya dan ada juga yang membuat ia
miskin. Contohnya seorang Kepala Suku di Papua yang kaya mendadak setelah
mendapatkan ganti rugi tanahnya dalam jumlah yang besar. Alih-alih untuk
menabung, sang Ketua Suku itu malah memilih tinggal di Hotel terbaik di
Jayapura sampai uangnya habis. Tiap malam ia menghabiskan dengan pesta minuman
keras. Dan begitu uangnya habis sudah, ia kembali ke Hutan, mencari makan seperti biasa.
Kemiskinan
kultural terjadi karena kita mempunyai pesimis, alias penyakit si miskin.
Boros, mementingkan hal yg bersifat aksesoris, keinginan pamer, tidak mempunyai
harga diri, malas, menunda waktu,
tidak punya kepedulian kepada yang lain adalah
contoh-contoh dari pesimis.
3.
Kemiskinan
Struktural
Semua rasanya
sepakat, kalo petani dan nelayan adalah orang-orang yang sangat rajin. Setiap
hari mereka membanting tulang pergi ke sawah, menanam, menjaga tanaman dari hama,
menyiraminya dan menuainya pada saat panen. Mereka adalah orang-orang yang rajin dan pekerja keras. Sifat itu adalah sifat orang ‘kaya’ semestinya,
tetapi kenapa mereka tetap saja miskin?
Kemiskinan
yang terjadi pada mereka adalah kemiskinan struktural. Petani dan nelayan di
Indonesia bukanlah pekerjaan yang membuat bangga, kehidupan mereka selalu
tertindas. Pada saat musim panen, harga hasil pertanian mereka turun drastis,
sedangkan pada musim paceklik, justru
mereka sendiri tidak dapat menikmati harga komoditi pertanian yang
tinggi. Kemiskinan
yang terjadi karena strukturnya yang tidak memungkinkan ia untuk berkembang.
Kemiskinan yang terjadi karena faktor luar yang lebih luas. Meskipun ia
mempunyai sifat-sifat yang semestinya membuat ia kaya, tetapi karena
strukturnya atau faktor luar yang tidak mendukung, ia tetap akan terbelit dalam
kemiskinan.
C. Sebab – sebab Kemiskinan/ Pemiskinan
Sebab –
sebab kemiskinan dibagi menjadi 2 faktor, yaitu:
1.
Faktor Internal (dari dalam diri individu atau keluarga
fakir miskin) yang menyebabkan terjadinya kemiskinan antara lain berupa
kekurangmampuan dalam hal :
v Fisik (misalnya cacat, kurang gizi,
sakit-sakitan).
v Intelektual (misalnya kurangnya
pengetahuan, kebodohan, kekurangtahuan informasi).
v Mental emosional (misalnya malas,
mudah menyerah, putus asa, temperamental)
v Spritual (misalnya tidak jujur,
penipu, serakah, tidak disiplin).
v Sosial psikologis (misalnya kurang
motivasi, kurang percaya diri, depresi/stres, kurang relasi, kurang mampu
mencari dukungan)
v Keterampilan (misalmya tidak
mempunyai keahlian yang sesuai dengan permintaan lapangan kerja)
v Asset (misalnya tidak memiliki stok
kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan, dan modal kerja)
2.
Faktor Eksternal (berada diluar diri individu atau keluarga)
yang menyebabkan terjadinya kemiskinan, antara lain :
v Terbatasnya pelayanan sosial dasar (misalnya puskesmas,
sekolah, tanah yang dapat dikelola untuk bertani. )
v Kurangnya
dukungan pemerintah sehingga keluarga miskin tidak dapat menjalani dan
mendapatkan haknya atas pendidikan dan kesehatan yang layak dikarenakan biaya
yang tinggi
v
Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil, atau daerah
bencana
D. Dampak –dampak
Kemiskinan / Pemiskinan
Banyak dampak yang terjadi yang
disebabkan oleh kemiskinan diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Kesejahteraan masyarakat sangat jauh dan sangat rendah
Ini berarti dengan adanya tingkat kemiskinan
yang tinggi banyak masyarakat Indonesia yang tidak memiliki pendapatan yang
mencukupi kebutuhan hidup masyarakat.
2.
Tingkat kematian meningkat
Ini dimaksudkan bahwa masyarakat Indonesia
banyak yang mengalami kematian akibat kelaparan atau melakukan tindakan bunuh
diri karena tidak kuat dalam menjalani kemiskinan yang di alami.
3. Banyak penduduk Indonesia yang kelaparan
karena tidak mampu untuk membeli kebutuhan akan makanan yang mereka makan
sehari-hari
4. Tidak bersekolah (tingkat pendidikan yang
rendah) ini menyebabkan masyarakat Indonesia tidak mempunyai ilmu yang cukup
untuk memperoleh pekerjaan dan tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk
memperoleh pendapatan
5.
Tingkat kejahatan meningkat
Masyarakat
Indonesia jadi terdesak untuk memperoleh pendapatan dengan cara-cara kejahatan
karena dengan cara yang baik mereka tidak mempunyai modal yaitu ilmu dan
ketermpilan yang cukup.
E. Pandangan Islam
Tentang Kemiskinan dan Kebercukupan
Kemiskinan adalah fenomena yang
begitu mudah dijumpai di mana-mana.Tak hanya di desa-desa, tapi juga di
kota-kota. Di balik kemegahan gedung-gedung
pencakar langit di Jakarta, misalnya, tidak terlalu sulit kita jumpai
rumah-rumah kumuh berderet di bantaran sungai, atau para pengemis yang
berkeliaran di perempatan-perempatan jalan.
Dalam
pandangan islam kemiskinan berasal dari bahasa arab yang sebenarnya menyatakan kefakiran
yang sangat Allah Swt. menggunakan istilah itu
dalam firman-Nya:
]أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ[
“…atau
orang miskin yang sangat fakir” (QS al-Balad [90]: 16).
Adapun
kata fakir yang berasal dari bahasa Arab: al-faqru, berarti membutuhkan
(al-ihtiyaaj). Allah Swt. berfirman:
]فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ[
…lalu
dia berdoa, “Ya Rabbi, sesungguhnya aku sangat membutuhkan suatu kebaikan yang
Engkau turunkan kepadaku” (QS al-Qashash [28]:24).
Dalam pengertian yang lebih definitif, Syekh An-Nabhani
mengategorikan yang punya harta (uang), tetapi tak mencukupi kebutuhan
pembelanjaannya sebagai orang fakir. Sementara
itu, orang miskin adalah orang yang tak punya harta (uang), sekaligus tak punya
penghasilan.
Islam memandang bahwa masalah
kemiskinan adalah masalah tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer secara
menyeluruh. Syariat Islam telah menentukan
kebutuhan primer itu (yang menyangkut eksistensi manusia) berupa tiga hal,
yaitu sandang, pangan, dan papan. Allah Swt. berfirman:
]وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ
رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ[
“Kewajiban
ayah adalah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang
makruf” (QS al-Baqarah [2]:233).
]أَسْكِنُوهُنَّ
مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ[
“Tempatkanlah
mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal, sesuai dengan kemmpuanmu”
(QS ath-Thalaaq [65]:6).
Rasulullah
saw. bersabda:
“Ingatlah,
bahwa hak mereka atas kalian adalah agar kalian berbuat baik kepada mereka
dalam (memberikan) pakaian dan makanan” (HR Ibnu Majah).
F. Bagaimana
Mengatasi Kemiskinan / Pemiskinan
Allah Swt. sesungguhnya telah menciptakan manusia, sekaligus
menyediakan sarana-sarana untuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan, tidak hanya
manusia; seluruh makhluk yang telah, sedang, dan akan diciptakan, pasti Allah
menyediakan rezeki baginya. Tidaklah mungkin, Allah menciptakan berbagai
makhluk, lalu membiarkan begitu saja tanpa menyediakan rezeki bagi mereka.
Allah Swt. berfirman:
]اللهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ
رَزَقَكُمْ[
“Allahlah
yang menciptakan kamu, kemudian memberikan rezeki” (QS ar-Ruum [30]: 40).
]وَمَا
مِنْ دَابَّةٍ فِي اْلأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا[
“Tidak
ada satu binatang melata pun di bumi, selain Allah yang memberi rezekinya” (QS
Hud [11]: 6).
Bagaimana pandangan Islam dalam mengatasi kemiskinan, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Mewajibkan
Laki-laki Memberi Nafkah kepada Diri dan Keluarganya.
Islam mewajibkan laki-laki yang mampu dan membutuhkan
nafkah, untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Allah Swt. berfirman:
]فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا
مِنْ رِزْقِهِ[
“Maka berjalanlah ke segala penjuru,
serta makanlah sebagian dari rezeki-Nya” (QS al-Mulk [67]: 15).
2. Mewajibkan
Negara untuk Membantu Rakyat Miskin
Bagaimana jika seseorang yang tidak
mampu tersebut tidak memiliki kerabat?Atau dia memiliki kerabat, tetapi
hidupnya pas-pasan? Dalam
kondisi semacam ini, kewajiban memberi nafkah beralih ke Baitul Mal (kas
negara). Dengan kata lain, negara melalui Baitul Mal, berkewajiban untuk
memenuhi kebutuhannya. Rasulullah Saw. pernah bersabda:
“Siapa
saja yang meninggalkan harta, maka harta itu untuk ahli warisnya, dan siapa
saja yang meninggalkan ‘kalla’, maka dia menjadi kewajiban kami” (HR Imam
Muslim).
3. Mewajibkan
Kaum Muslim untuk Membantu Rakyat Miskin Apabila di dalam Baitul Mal tidak
ada harta sama sekali, maka kewajiban menafkahi orang miskin beralih ke kaum
muslim secara kolektif. Allah Swt. berfirman:
]وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ[
“Di dalam harta mereka, terdapat hak bagi orang miskin yang
meminta-minta yang tidak mendapatkan bagian” (QS adz-Dzariyat [51]: 19).
4. Penyediaan
Lapangan Kerja. Menyediakan lapangan pekerjaan
merupakan kewajiban negara. Hal ini menyandar pada keumuman hadis Rasululah
saw.:
“Seorang iman (pemimpin) adalah
bagaikan penggembala, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas gembalaannya
(rakyatnya)” (HR Bukhari dan Muslim).
5. Penyediaan
Layanan Pendidikan
Syariat Islam telah mewajibkan
negara untuk menyediakan layanan pendidikan secara cuma-cuma kepada rakyat. Sebab, pendidikan memang merupakan
kebutuhan dasar bagi setiap individu rakyat. Layanan pendidikan ini akan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan selanjutnya akan mewujudkan
individu-individu yang kreatif, inovatif, dan produktif. Dengan demikian,
kemiskinan kultural akan dapat teratasi.
G. Pemberdayaan Masyarakat
Lemah, Dhu’afa dan Mustadh’afin dalam Islam
Salah satu
pendekatan yang kini sering digunkan dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan
mengangkat harkat martabat keluarga miskin adalah pemberdayaan masyarakat. Konsep ini menjadi sangat penting
terutama karena memberikan perspektif positif terhadap orang miskin. Orang
miskin tidak dipandang sebagai orang yang serba kekurangan (misalnya, kurang
makan, kurang pendapatan, kurang sehat, kurang dinamis) dan objek pasif penerima
pelayanan belaka.
Upaya ini dilakukan melalui
kebijaksanaan , peraturan serta kegiatan pembangunan pemerintah yang diarahkan
untuk menunjang, merangsang, dan membuka jalan bagi kegiatan pembangunan
masyarakat.
Pemberdayaan terhadap masyarakat
lemah diperlukan karena bertujuan
untuk
membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi
kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan.
Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat
yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang
tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya / kemampuan
yang dimiliki.
Selain
itu pemberdayaan juga untuk memperkuat kekuasaan atau
keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang
mengalami masalah kemiskinan,
maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai
oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki
kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki
kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian,
berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan
tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali
digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.
I.
Langkah – langkah
Pemberdayaan Masyarakat Lemah
1. Pembentukan mentalitas kemandirian ;
hal ini merupakan langkah yang wajib dilakukan
untuk
menghasilkan individu yang tangguh untuk bersaing dalam hidup ini, sekeras
apapun tantangan yang dihadapi, dengan mental seperti ini pasti seseorang akan
mudah keluar dari masalah tersebut. Sebagai contoh konkretnya begitu banyak
pengemis yang berkeliaran padahal mereka masih memiliki badan yang sehat dan
sempurna, dan hal ini adalah bentuk ketidakberdayaan masyarakat untuk berpikir
bahkan bertindak secara mandiri
2.
Keterlibatan semua pihak ; maksudnya bahwa
pemberdayaan masyarakat ini tidak dibebankan seluruhnya kepada pemerintah dan
tidak hanya mengandalkan pemerintah. Alangkah lebih baik bila satu sama lain
masyarakat saling membantu dalam hal ini. Sebagai contoh pemberian modal kepada
tetangga disekitar untuk membangun suatu usaha sehingga orang tersebut akan
berkembang kedepannya. Intinya mulailah sesuatu dari yang terdekat dahulu.
Dengan cara ini mungkin kemiskinan akan lebih cepat diatasi.
3.
Penciptaan lingkungan yang memberikan peluang pada rakyat
miskin ; hal ini dilakukan dalam rangka melindungi rakyat miskin dari
penindasan oleh kaum kaya yang membuat rakyat miskin menjadi semakin miskin
Saran dan Kesimpulan
Kesimpulan
Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula
dari sikap pemaknaan kita terhadap kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu
hal yang alami dalam kehidupan. Dalam artian bahwa semakin meningkatnya
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan pun akan semakin banyak.
Pengentasan masalah kemiskinan ini bukan hanya kewajiban dari pemerintah,
melainkan masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas
dan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika terjalin kerja
sama yang romantis baik dari pemerintah, nonpemerintah dan semua lini
masyarakat. Dengan digalakkannya hal ini, tidak perlu sampai 2030 kemiskinan
akan mencapai hasil yang seminimal mungkin.
Saran
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global
diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif.
Selain itu, globalisasi
membuka peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul
untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan mau
tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam pengetahuan, wawasan, skill,
mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah standar global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar