Kamis, 04 Desember 2014

ISLAM, KEMISKINAN DAN PEMBERDAYAAN DHU’AFA DAN MUSTADH’AFIN



ISLAM, KEMISKINAN DAN PEMBERDAYAAN DHU’AFA
DAN MUSTADH’AFIN
Disusun oleh :
Yusnia Pohan (2011.35.1484)
Yuniasih Solifah (2012.35.1805)

Latar Belakang
Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan lahir bersamaan dengan keterbatasan sebagian manusia dalam mencukupi kebutuhannya. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat dipastikan adanya golongan konglomerat dan golongan melarat. Dimana golongan yang konglomerat selalu bisa memenuhi kebutuhannya, sedangkan golongan yang melarat hidup dalam keterbatasan materi yang membuatnya semakin terpuruk.
Pada sebagian besar pendapat manusia mengenai kemiskinan pada intinya mereka berpendapat bahwa kemiskinan menggambarkan sisi negatif, yaitu pengamen yang membuat tidak nyaman pengguna jalan raya, pengemis, gubuk kumuh dibawah jembatan layang yang nampak tidak indah, mencemari sungai karena membuang sampah sembarangan, penjambretan, penodongan, pencurian,dll. Dengan demikian, kemiskinan sangat identik dengan kotor, kumuh, malas, sulit diatur, tidak disiplin, sumber penyakit, kekacauan bahkan kejahatan.
Sebagai masalah yang menjadi isu global disetiap negara berkembang, wacana kemiskinan dan pemberantasanya haruslah menjadi agenda wajib bagi para pemerintah pemimpin negara. Peran serta pekerja sosial dalam menangani permasalahan kemiskinan sangat diperlukan, terlebih dalam memberikan masukan (input) dan melakukan perencanaan strategis tentang apa yang akan menjadi suatu kebijakan dari pemerintah.

Pembahasan

A.   Pengertian Kemiskinan dan Pemiskin
            Kemiskinan  Secara etimologis berasal dari kata “miskin” yaitu suatu keadaan seseorang yang mengalami kekurangan atau tidak mampu memenuhi tingkat hidup yang paling rendah serta tidak mampu mencapai tingkat minimal dari tujuan‑tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tersebut dapat berupa konsumsi, kebebasan, hak mendapatkan sesuatu, menikmati hidup dan lain‑lain (Husen, 1993).
Menurut De Vos kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu mencapai salah satu tujuannya .
Di lain pihak Friedmann (1979), mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Basis kekuatan sosial meliputi modal yang produktif atau asset (misalnya, tanah, perumahan, peralatan, kesehatan dan lain‑lain); sumber‑sumber keuangan (income dan kredit yang memadai); organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (partai politik, sindikat, kopera­si dan lain‑lain); jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang‑barang dan lain‑lain; pengetahuan dan keterampilan yang memadai; dan informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan anda.
Dari segi sosial, kemiskinan penduduk dapat           juga disebutkan sebagai suatu  kondisi sosial yang sangat rendah, seperti penyediaan fasilitas kesehatan yang tidak mencukupi dan penerangan yang minim (Sumardi dan Dieter, 1985). Kondisi sosial lain dari penduduk miskin biasanya dicirikan oleh keadaan rumah tangga dimana jumlah anggota keluarga banyak, tingkat pendidikan kepala rumah tangga dan anggota rumah tangga rendah, dan umumnya rumah tersebut berada di pedesaan (BPS, 2002).
Dari segi ekonomi, rumah tangga miskin dicirikan oleh jenis mata pencaharian pada sektor informal di pedesaan maupun di perkotaan, sering berpindah-pindah mata pencaharian dari produktivitas yang rendah sehingga menyebabkan pendapatan yang rendah.
Jadi kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
            Pemiskinan adalah proses dimana orang menjadi miskin. Banyak hal yang menyebabkan menjadi miskin, antara lain korupsi, pendidikan yang rendah, dll.
Dalam islam, dikenal istilah mustadh’afin pengertianya dari kata mustadh’af  yakni kaum lemah  atau di lemahkan.  Bisa juga kaum yang tertindas dan tindak berdaya. Istilah ini berasal dari  akar kata dhu’fun (lemah)  dalam alquran , selain  istilah mustadh’af  di gunakan juga  istilah dhu’afa( bentuk jamak) plural  dari dha’if ada beberapa golongan  yang termasuk dalam musthad ‘afin  sepeti  wanita, anak yatim, serta kaum fakir miskin. Istilah mustadh afin  biasanya merujuk  kepada masalah  kemiskinan,etos kerja. Dan ketidakberdayaan dalam menjalani kehidupan, masalah  ini muncul  biasanya karena  kesalahan diri sendiri
 Orang - orang yang sering meminta sumbangan   dengan mengatas namakan islam  tapi untuk kepentingan diri sendiri, itu disebut  juga kaum musthad afin . Mereka lemah dan tidak berdaya dalam arti selalu menyerah dengan keadaan  dan enggan  memaksimalkan   kemampuanya dengan ummmat   yang lebih terhormat.  Mereka lebih nyaman  bergantung kepada  orang lain padahal dirinya mampu.

B.  Jenis – jenis Kemiskinan (Natural, Kultural, Struktural)
1.   Kemiskinan alamiah atau natural yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami seseorang; misalnya cacat mental atau fisik, usia lanjut sehingga tidak mampu bekerja, dan lain-lain.
2.   Kemiskinan  kultural  adalah kemiskinan dimana penyebabnya berasal dari dalam, budaya dia sendiri yang menyebabkan ia terbelit dalam kemiskinan. Dalam diri manusia ada sifat yang membuat ia kaya dan ada juga yang membuat ia miskin. Contohnya seorang Kepala Suku di Papua yang kaya mendadak setelah mendapatkan ganti rugi tanahnya dalam jumlah yang besar. Alih-alih untuk menabung, sang Ketua Suku itu malah memilih tinggal di Hotel terbaik di Jayapura sampai uangnya habis. Tiap malam ia menghabiskan dengan pesta minuman keras. Dan begitu uangnya habis sudah, ia kembali ke Hutan, mencari makan seperti biasa.
Kemiskinan kultural terjadi karena kita mempunyai pesimis, alias penyakit si miskin. Boros, mementingkan hal yg bersifat aksesoris, keinginan pamer, tidak mempunyai harga diri, malas, menunda waktu, tidak punya kepedulian kepada yang lain adalah contoh-contoh dari pesimis.
3.   Kemiskinan Struktural
Semua rasanya sepakat, kalo petani dan nelayan adalah orang-orang yang sangat rajin. Setiap hari mereka membanting tulang pergi ke sawah, menanam, menjaga tanaman dari hama, menyiraminya dan menuainya pada saat panen. Mereka adalah orang-orang yang rajin dan pekerja keras. Sifat itu adalah sifat orang ‘kaya’ semestinya, tetapi kenapa mereka tetap saja miskin?
Kemiskinan yang terjadi pada mereka adalah kemiskinan struktural. Petani dan nelayan di Indonesia bukanlah pekerjaan yang membuat bangga, kehidupan mereka selalu tertindas. Pada saat musim panen, harga hasil pertanian mereka turun drastis, sedangkan pada musim paceklik, justru mereka sendiri tidak dapat menikmati harga komoditi pertanian yang tinggi.             Kemiskinan yang terjadi karena strukturnya yang tidak memungkinkan ia untuk berkembang. Kemiskinan yang terjadi karena faktor luar yang lebih luas. Meskipun ia mempunyai sifat-sifat yang semestinya membuat ia kaya, tetapi karena strukturnya atau faktor luar yang tidak mendukung, ia tetap akan terbelit dalam kemiskinan.

C.   Sebab – sebab Kemiskinan/ Pemiskinan
     Sebab – sebab kemiskinan dibagi menjadi 2 faktor, yaitu:
1.               Faktor Internal (dari dalam diri individu atau keluarga fakir miskin) yang menyebabkan terjadinya kemiskinan antara lain berupa kekurangmampuan dalam hal :
   v   Fisik (misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan).
   v   Intelektual (misalnya kurangnya pengetahuan, kebodohan, kekurangtahuan informasi).
   v   Mental emosional (misalnya malas, mudah menyerah, putus asa, temperamental)
   v   Spritual (misalnya tidak jujur, penipu, serakah, tidak disiplin).
   v   Sosial psikologis (misalnya kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi/stres, kurang relasi, kurang mampu mencari dukungan)
   v   Keterampilan (misalmya tidak mempunyai keahlian yang sesuai dengan permintaan lapangan kerja)
   v   Asset (misalnya tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan, dan modal kerja)
2.               Faktor Eksternal (berada diluar diri individu atau keluarga) yang menyebabkan terjadinya kemiskinan, antara lain :
  v   Terbatasnya pelayanan sosial dasar (misalnya puskesmas, sekolah, tanah yang dapat dikelola untuk bertani. )
  v   Kurangnya dukungan pemerintah sehingga keluarga miskin tidak dapat menjalani dan mendapatkan haknya atas pendidikan dan kesehatan yang layak dikarenakan biaya yang tinggi
  v   Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil, atau daerah bencana

D.      Dampak –dampak Kemiskinan / Pemiskinan
       Banyak dampak yang terjadi yang disebabkan oleh kemiskinan diantaranya adalah sebagai berikut:
 1.    Kesejahteraan masyarakat sangat jauh dan sangat rendah
        Ini berarti dengan adanya tingkat kemiskinan yang tinggi banyak masyarakat Indonesia yang tidak memiliki pendapatan yang mencukupi kebutuhan hidup masyarakat.
 2.    Tingkat kematian meningkat
        Ini dimaksudkan bahwa masyarakat Indonesia banyak yang mengalami kematian akibat kelaparan atau melakukan tindakan bunuh diri karena tidak kuat dalam menjalani kemiskinan yang di alami.
 3. Banyak penduduk Indonesia yang kelaparan karena tidak mampu untuk membeli kebutuhan akan makanan yang mereka makan sehari-hari
 4. Tidak bersekolah (tingkat pendidikan yang rendah) ini menyebabkan masyarakat Indonesia tidak mempunyai ilmu yang cukup untuk memperoleh pekerjaan dan tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk memperoleh pendapatan
 5.    Tingkat kejahatan meningkat
       Masyarakat Indonesia jadi terdesak untuk memperoleh pendapatan dengan cara-cara kejahatan karena dengan cara yang baik mereka tidak mempunyai modal yaitu ilmu dan ketermpilan yang cukup.

E.   Pandangan Islam Tentang Kemiskinan dan Kebercukupan
            Kemiskinan adalah fenomena yang begitu mudah dijumpai di mana-mana.Tak hanya di desa-desa, tapi juga di kota-kota. Di balik kemegahan gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, misalnya, tidak terlalu sulit kita jumpai rumah-rumah kumuh berderet di bantaran sungai, atau para pengemis yang berkeliaran di perempatan-perempatan jalan.
            Dalam pandangan islam kemiskinan berasal dari bahasa arab yang sebenarnya menyatakan kefakiran yang sangat Allah Swt. menggunakan istilah itu dalam firman-Nya:
]أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ[
“…atau orang miskin yang sangat fakir” (QS al-Balad [90]: 16).
Adapun kata fakir yang berasal dari bahasa Arab: al-faqru, berarti membutuhkan (al-ihtiyaaj). Allah Swt. berfirman:
]فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ[
…lalu dia berdoa, “Ya Rabbi, sesungguhnya aku sangat membutuhkan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku” (QS al-Qashash [28]:24).
            Dalam pengertian yang lebih definitif, Syekh An-Nabhani mengategorikan yang punya harta (uang), tetapi tak mencukupi kebutuhan pembelanjaannya sebagai orang fakir. Sementara itu, orang miskin adalah orang yang tak punya harta (uang), sekaligus tak punya penghasilan.
            Islam memandang bahwa masalah kemiskinan adalah masalah tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer secara menyeluruh. Syariat Islam telah menentukan kebutuhan primer itu (yang menyangkut eksistensi manusia) berupa tiga hal, yaitu sandang, pangan, dan papan. Allah Swt. berfirman:
]وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ[
“Kewajiban ayah adalah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf” (QS al-Baqarah [2]:233).
]أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ[
“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal, sesuai dengan kemmpuanmu” (QS ath-Thalaaq [65]:6).
Rasulullah saw. bersabda:
“Ingatlah, bahwa hak mereka atas kalian adalah agar kalian berbuat baik kepada mereka dalam (memberikan) pakaian dan makanan” (HR Ibnu Majah).
F.   Bagaimana Mengatasi Kemiskinan / Pemiskinan
     Allah Swt. sesungguhnya telah menciptakan manusia, sekaligus menyediakan sarana-sarana untuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan, tidak hanya manusia; seluruh makhluk yang telah, sedang, dan akan diciptakan, pasti Allah menyediakan rezeki baginya. Tidaklah mungkin, Allah menciptakan berbagai makhluk, lalu membiarkan begitu saja tanpa menyediakan rezeki bagi mereka. Allah Swt. berfirman:
]اللهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ[
“Allahlah yang menciptakan kamu, kemudian memberikan rezeki” (QS ar-Ruum [30]: 40).
]وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي اْلأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا[
“Tidak ada satu binatang melata pun di bumi, selain Allah yang memberi rezekinya” (QS Hud [11]: 6).
            Bagaimana pandangan Islam dalam mengatasi kemiskinan, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.   Mewajibkan Laki-laki Memberi Nafkah kepada Diri dan Keluarganya.
             Islam mewajibkan laki-laki yang mampu dan membutuhkan nafkah, untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Allah Swt. berfirman:
]فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ[
           “Maka berjalanlah ke segala penjuru, serta makanlah sebagian dari rezeki-Nya” (QS al-Mulk   [67]: 15).
2.   Mewajibkan Negara untuk Membantu Rakyat Miskin
            Bagaimana jika seseorang yang tidak mampu tersebut tidak memiliki kerabat?Atau dia memiliki kerabat, tetapi hidupnya pas-pasan? Dalam kondisi semacam ini, kewajiban memberi nafkah beralih ke Baitul Mal (kas negara). Dengan kata lain, negara melalui Baitul Mal, berkewajiban untuk memenuhi kebutuhannya. Rasulullah Saw. pernah bersabda:

“Siapa saja yang meninggalkan harta, maka harta itu untuk ahli warisnya, dan siapa saja yang meninggalkan ‘kalla’, maka dia menjadi kewajiban kami” (HR Imam Muslim).
3.   Mewajibkan Kaum Muslim untuk Membantu Rakyat Miskin Apabila di dalam Baitul Mal tidak ada harta sama sekali, maka kewajiban menafkahi orang miskin beralih ke kaum muslim secara kolektif. Allah Swt. berfirman:
]وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ[
            Di dalam harta mereka, terdapat hak bagi orang miskin yang meminta-minta yang tidak mendapatkan bagian” (QS adz-Dzariyat [51]: 19).
4.   Penyediaan Lapangan Kerja. Menyediakan lapangan pekerjaan merupakan kewajiban negara. Hal ini menyandar pada keumuman hadis Rasululah saw.:
            “Seorang iman (pemimpin) adalah bagaikan penggembala, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas gembalaannya (rakyatnya)” (HR Bukhari dan Muslim).
5.   Penyediaan Layanan Pendidikan
            Syariat Islam telah mewajibkan negara untuk menyediakan layanan pendidikan secara cuma-cuma kepada rakyat. Sebab, pendidikan memang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap individu rakyat. Layanan pendidikan ini akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan selanjutnya akan mewujudkan individu-individu yang kreatif, inovatif, dan produktif. Dengan demikian, kemiskinan kultural akan dapat teratasi.

G.  Pemberdayaan Masyarakat Lemah, Dhu’afa dan Mustadh’afin dalam Islam
            Salah satu pendekatan yang kini sering digunkan dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan mengangkat harkat martabat keluarga miskin adalah pemberdayaan masyarakat. Konsep ini menjadi sangat penting terutama karena memberikan perspektif positif terhadap orang miskin. Orang miskin tidak dipandang sebagai orang yang serba kekurangan (misalnya, kurang makan, kurang pendapatan, kurang sehat, kurang dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan belaka.
            Upaya ini dilakukan melalui kebijaksanaan , peraturan serta kegiatan pembangunan pemerintah yang diarahkan untuk menunjang, merangsang, dan membuka jalan bagi kegiatan pembangunan masyarakat.

H.   Argumen Pemberdayaan Masyarakat Lemah : Mengapa Perlu pemberdayaan ?
            Pemberdayaan terhadap masyarakat lemah diperlukan karena bertujuan untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya / kemampuan yang dimiliki.
            Selain itu pemberdayaan juga untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.

I.    Langkah – langkah Pemberdayaan Masyarakat Lemah
1.   Pembentukan mentalitas kemandirian ; hal ini merupakan langkah yang wajib dilakukan
untuk menghasilkan individu yang tangguh untuk bersaing dalam hidup ini, sekeras apapun tantangan yang dihadapi, dengan mental seperti ini pasti seseorang akan mudah keluar dari masalah tersebut. Sebagai contoh konkretnya begitu banyak pengemis yang berkeliaran padahal mereka masih memiliki badan yang sehat dan sempurna, dan hal ini adalah bentuk ketidakberdayaan masyarakat untuk berpikir bahkan bertindak secara mandiri
2.   Keterlibatan semua pihak  ; maksudnya bahwa pemberdayaan masyarakat ini tidak dibebankan seluruhnya kepada pemerintah dan tidak hanya mengandalkan pemerintah. Alangkah lebih baik bila satu sama lain masyarakat saling membantu dalam hal ini. Sebagai contoh pemberian modal kepada tetangga disekitar untuk membangun suatu usaha sehingga orang tersebut akan berkembang kedepannya. Intinya mulailah sesuatu dari yang terdekat dahulu. Dengan cara ini mungkin kemiskinan akan lebih cepat diatasi.
3.   Penciptaan lingkungan yang memberikan peluang pada rakyat miskin ; hal ini dilakukan dalam rangka melindungi rakyat miskin dari penindasan oleh kaum kaya yang membuat rakyat miskin menjadi semakin miskin



Saran dan Kesimpulan
Kesimpulan
            Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula dari sikap pemaknaan kita terhadap kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan. Dalam artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan pun akan semakin banyak. Pengentasan masalah kemiskinan ini bukan hanya kewajiban dari pemerintah, melainkan masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas dan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika terjalin kerja sama yang romantis baik dari pemerintah, nonpemerintah dan semua lini masyarakat. Dengan digalakkannya hal ini, tidak perlu sampai 2030 kemiskinan akan mencapai hasil yang seminimal mungkin.
Saran
            Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah standar global.


           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar