Makalah Etika Bisnis & Profesi
Kasus Akuntan Publik
Disusun oleh:
Dzikriatun Nisa(2011351524)
Fitratun Niida (2011351509)
Nur Fifi Susanti(20113515..)
Tifa Aulia (2011351482)
Eviana(2011351546)
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
STIE AHMAD DHLAN Jakarta
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar……………………………………………………………………………………………………
Daftar
Isi……………………………………………………………………………………………………………
BAB I
………………………………………………………………………………………………………………
1.1 Pengertian
Etika………………………………………………………………………………....…........
1.2 Pengertian
Etika profesi………………………………………………………………………………….
1.3 Pengertian
akuntan publik……………………………………………………………………………….
BAB II
……………………………………………………………………………………………………………
I.
6 Contoh kasus pelanggaran etika profesi Akuntan Publik
………………………………………….
a)
Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono
yang diduga menyuap pajak…..
b)
Manipulasi Laporan
Keuangan PT KAI…………………………………………………………
c)
Kasus Mulyana W Kusuma………………………………………………………………………….
d)
Malinda Palsukan Tanda Tangan
Nasabah………………………………………………….
e)
Kasus
KAP Anderson dan Enron………………………………………………………………...
f)
Kasus Sembilan KAP yang
diduga melakukan kolusi dengan kliennya................
II.
Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia…………………………………………………….……………..
BAB III
………………………………………………………………………………………………………….
KESIMPULAN…………………………………………………………………………………………….
BAB
IV…………………………………………………………………………………………………………..
PENUTUP…………………………………………………………………………………………………
Daftar
Pusaka……………………………………………………………….....................................................
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa. Berkat limpahan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Sistem Akuntansi ini yang
berjudul ” Urgensi Informasi dan Akuntansi dalam organisasi ”.
Penulisan
makalah ini ditunjukkan untuk menyelesaikan tugas Sistem akuntansi dan
bertujuan agar kami dapat lebih memahami materi ini. Selain itu juga di makalah
ini kami sajikan sedemikian rupa sehingga dapat merangsang pikiran dan daya
analisis mahasiswa dan mahasiswi terhadap berbagai pemahaman tentang sistem
akuntansi tersebut.
Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan tugas ini. Kami harap dengan adanya makalah ini para pembaca
dapat bertambah wawasannya, sehingga dapat memahami konsep Sistem akuntansi.
Kritik dan saran dari pembaca kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
14 januari 2014
BAB I
1.1. Pengertian etika
Kata etik (atau etika) berasal dari kata
ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat.
Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh
individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
1.2.Penegertian etika profesi
Maka etika profesi itu sendiri adalah sebuah
konsep yang dimiliki oleh seseorang dalam suatau profesi yang dijalaninya.
Kehadiran
organisasi profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik
profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan
profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan
maupun penyalah-gunaan keahlian (Wignjosoebroto, 1999).
Sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut adakesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.
Sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut adakesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.
1.3. Pengertian akuntan publik
Akuntan publik adalah akuntan yang telah
memperoleh izin dari mentri keuangan
untuk memberikan jasa akuntan publik.
Ketentuan
akuntan publik di Indonesia diatur dalam undang-undang Repub;lik
Indonesia Nomor 5 tahun 2011 tentang
akuntan publik dan peraturan mentri keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik dan setiap anggota publik wajib
menjadi anggota Institut Akuntan Publik
Indonesia (IAPI),
Asosiasi profesi yang diakui oleh pemerintah.
BAB II
Contoh Kasus Dari Pelanggaran Etika Profesi
1.
Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono
yang diduga menyuap pajak.
September tahun 2001, KPMG-Siddharta
Siddharta & Harsono harus menanggung malu. Kantor akuntan publik ternama
ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Sebagai
siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus
dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang
tercatat di bursa New York.
Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman
memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu.
Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah anak
perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan
secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.
Badan pengawas pasar modal AS, Securities
& Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act,
undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya,
hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena
Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun
terselamatan.
Analisa : pada kasus ini KPMG melanggar prinsip
intergitas dimana dia menyuap aparat pajak hanya untuk kepentingan kliennya,
hal ini dapat dikatakan tidak jujur karena KPMG melakukan kecurangan dalam
melaksanakan tugasnya sebagai akuntan publik sehingga KPMG juga melanggar
prinsip objektif.
2.
Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI
Transparansi serta kejujuran
dalam pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu derivasi amanah reformasi
ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah satu badan usaha milik
negara, yakni PT Kereta Api Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan
yang diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan bahwa keuntungan sebesar
Rp. 6,90 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila dicermati, sebenarnya ia
harus dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar.
Kerugian ini terjadi karena
PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak
ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan
sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak
dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan demikian,
kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah terjadi di
sini.
Di lain pihak, PT Kereta Api Indonesia memandang bahwa kekeliruan pencatatan tersebut hanya terjadi karena perbedaan persepsi mengenai pencatatan piutang yang tidak tertagih. Terdapat pihak yang menilai bahwa piutang pada pihak ketiga yang tidak tertagih itu bukan pendapatan. Sehingga, sebagai konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia seharusnya mengakui menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Sebaliknya, ada pula pihak lain yang berpendapat bahwa piutang yang tidak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai pendapatan PT Kereta Api Indonesia sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar dapat diraih pada tahun tersebut. Diduga, manipulasi laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, akumulasi permasalahan terjadi disini.
Di lain pihak, PT Kereta Api Indonesia memandang bahwa kekeliruan pencatatan tersebut hanya terjadi karena perbedaan persepsi mengenai pencatatan piutang yang tidak tertagih. Terdapat pihak yang menilai bahwa piutang pada pihak ketiga yang tidak tertagih itu bukan pendapatan. Sehingga, sebagai konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia seharusnya mengakui menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Sebaliknya, ada pula pihak lain yang berpendapat bahwa piutang yang tidak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai pendapatan PT Kereta Api Indonesia sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar dapat diraih pada tahun tersebut. Diduga, manipulasi laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, akumulasi permasalahan terjadi disini.
Analisa
: PT Kereta Api Indonesia
tidak boleh mengabaikan dimensi organisasional penyusunan laporan keuangan dan
proses audit. Setiap bagian lembaga yang ada di dalamnya hendaknya diberi
pemahaman masalah esensial akuntansi dan keuangan yang ada agar tidak terjadi
kesalahan dalam menangani akuntansi serta keuangan secara khusus. Upaya ini
penting untuk dilakukan guna membangun kesepahaman (understanding) diantara
seluruh unsur lembaga. Selanjutnya, soliditas kelembagaan diharapkan tercipta
sehingga mempermudah penerapan sistem pengendalian manajemen di dalamnya.
3. Kasus Mulyana W
Kusuma.
Kasus ini terjadi
sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap
anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan
pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak
suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah
dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan.
Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih
baik daripada sebelumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka
disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
Setelah lewat satu
bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu
tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana
ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor
BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK
bekerja sama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama
dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan
alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan ini
menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang
bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak
lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut
karena hal tersebut telah melanggar kode etik akuntan.
Analisa : Hal yang dilakukan oleh Khairiansyah tidak
dibenarkan karena melanggar kode etik akuntan. Seorang auditor telah melanggar
prinsip objektivitas karena telah memihak kepada salah satu pihak dengan
berpendapat adanya kecurangan. Lalu auditor juga melanggar prinsip kompetensi
dan kehati-hatian profesional karena auditor tidak mampu mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan profesional dalam melakukan audit keuangan terkait
dengan pengadaan logistic pemilu.
4. Malinda Palsukan Tanda Tangan Nasabah
JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus
pembobolan dana Citibank, Malinda Dee binti Siswowiratmo (49), diketahui
memindahkan dana beberapa nasabahnya dengan cara memalsukan tanda tangan mereka
di formulir transfer.
Hal ini terungkap dalam dakwaan yang
dibacakan Jaksa Penuntut Umum di sidang perdananya, di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2011). "Sebagian tanda tangan yang ada di
blangko formulir transfer tersebut adalah tandatangan nasabah," ujar Jaksa
Penuntut Umum, Tatang Sutarna.
Malinda antara lain memalsukan tanda tangan
Rohli bin Pateni. Pemalsuan tanda tangan dilakukan sebanyak enam kali dalam
formulir transfer Citibank bernomor AM 93712 dengan nilai transaksi transfer
sebesar 150.000 dollar AS pada 31 Agustus 2010. Pemalsuan juga dilakukan pada
formulir bernomor AN 106244 yang dikirim ke PT Eksklusif Jaya Perkasa senilai
Rp 99 juta. Dalam transaksi ini, Malinda menulis kolom pesan, "Pembayaran
Bapak Rohli untuk interior".
Pemalsuan lainnya pada formulir bernomor AN
86515 pada 23 Desember 2010 dengan nama penerima PT Abadi Agung Utama.
"Penerima Bank Artha Graha sebesar Rp 50 juta dan kolom pesan ditulis DP
untuk pembelian unit 3 lantai 33 combine unit," baca jaksa.
Masih dengan nama dan tanda tangan palsu
Rohli, Malinda mengirimkan uang senilai Rp 250 juta dengan formulir AN 86514 ke
PT Samudera Asia Nasional pada 27 Desember 2010 dan AN 61489 dengan nilai uang
yang sama pada 26 Januari 2011. Demikian pula dengan pemalsuan pada formulir AN
134280 dalam pengiriman uang kepada seseorang bernama Rocky Deany C Umbas
sebanyak Rp 50 juta pada 28 Januari 2011 untuk membayar pemasangan CCTV milik
Rohli.
Adapun tanda tangan palsu atas nama korban N
Susetyo Sutadji dilakukan lima kali, yakni pada formulir Citibank bernomor No
AJ 79016, AM 123339, AM 123330, AM 123340, dan AN 110601. Secara berurutan,
Malinda mengirimkan dana sebesar Rp 2 miliar kepada PT Sarwahita Global
Management, Rp 361 juta ke PT Yafriro International, Rp 700 juta ke seseorang
bernama Leonard Tambunan. Dua transaksi lainnya senilai Rp 500 juta dan 150
juta dikirim ke seseorang bernama Vigor AW Yoshuara.
"Hal ini sesuai dengan keterangan saksi
Rohli bin Pateni dan N Susetyo Sutadji serta saksi Surjati T Budiman serta
sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan laboratoris Kriminalistik Bareskrim
Polri," jelas Jaksa. Pengiriman dana dan pemalsuan tanda tangan ini sama
sekali tak disadari oleh kedua nasabah tersebut.
Analisa : Dalam kasus ini malinda melakukan
banyak pemalsuan tanda tangan yang tidak diketahui oleh nasabah itu sendiri.
Dalam kasus ini prinsip-prinsip yang telah dilanggar adalah Tanggung jawab
profesi, karena ia tidak menggunakan pertimbangan professional dalam semua
kegiatan yang dilakukannya. Selain itu malinda juga melanggar prinsip
Integritas, karena tidak memelihara dan meningkatkan kepercayaan nasabah.
5. Kasus KAP
Anderson dan Enron
Kasus KAP Anderson dan Enron terungkap saat
Enron mendaftarkan kebangkrutannya ke pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001.
Saat itu terungkap, terdapat hutang perusahaan yang tidak dilaporkan, yang
menyebabkan nilai investasi dan laba yang ditahan berkurang dalam jumlah yang
sama. Sebelum kebangkrutan Enron terungkap, KAP Anderson mempertahankan Enron
sebagai klien perusahaan dengan memanipulasi laporan keuangan dan penghancuran
dokumen atas kebangkrutan Enron, dimana sebelumnya Enron menyatakan bahwa
periode pelaporan keuangan yang bersangkutan tersebut, perusahaan mendapatkan
laba bersih sebesar $ 393, padahal pada periode tersebut perusahaan mengalami
kerugian sebesar $ 644 juta yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Enron.
Analisa : Kecurangan yang dilakukan oleh Arthur Andersen
telah banyak melanggar prinsip etika profesi akuntan diantaranya yaitu
melanggar prinsip integritas dan perilaku profesional. KAP Arthur Andersen
tidak dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik sebagai KAP yang
masuk kategoti The Big Five dan tidak berperilaku profesional serta konsisten
dengan reputasi profesi dalam mengaudit laporan keuangan dengan melakukan
penyamaran data. Selain itu Arthur Andesen juga melanggar prinsip standar
teknis karena tidak melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis
dan standar profesional yang relevan.
6. Kasus Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi
dengan kliennya.
Jakarta, 19 April 2001
.Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan
Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah
diauditnya antara tahun 1995-1997.
Koordinator ICW Teten
Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan
BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank
bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit. Hasil
audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya
mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang
dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP
tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY,
S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu
telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan
publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan
laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu
dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan
pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik
dengan pihak perbankan.
ICW menduga, hasil
laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan
laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai
penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa
akuntansi.
Teten juga menyayangkan
Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak
BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif
untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan.
“Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga
menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi
laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini
merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari
Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,”
tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP
tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus
meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode
etik profesi akuntan.
Analisis :
Dalam kasus tersebut, akuntan yang
bersangkutan banyak melanggar kode etik profesi akuntan. Kode etik pertama yang
dilanggar yaitu prinsip pertama tentang tanggung jawab profesi. Prinsip ini
mengandung makna bahwa akuntan sebagai pemberi jasa professional memiliki
tanggung jawab kepada semua pemakai jasa mereka termasuk masyarakat dan juga
pemegang saham.
Dengan menerbitkan laporan palsu, maka
akuntan telah menyalahi kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada mereka
selaku orang yang dianggap dapat dipercaya dalam penyajian laporan keuangan.
Kode etik kedua yang dilanggar yaitu
kepentingan public dan objektivitas. Para akuntan dianggap telah menyesatkan
public dengan penyajian laporan keuangan yang direkayasa dan mereka dianggap
tidak objective dalam menjalankan tugas. Dalam hal ini, mereka telah bertindak
berat sebelah yaitu mengutamakan kepentingan klien dan mereka tidak dapat
memberikan penilaian yang adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan
kepentingan pihak lain.
II.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri
dari tiga bagian:
1. Prinsip
Etika,
2. Aturan
Etika, dan
3. Interpretasi
Aturan Etika
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi
Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota.
Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan
Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota
Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi
yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan
tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan
dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan
penerapannya.
Prinsip
Etika Profesi Akuntan:
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai
profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa
bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan
publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa
profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan
teknik yang paling mutakhir.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hokum untuk mengungkapkannya
Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hokum untuk mengungkapkannya
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang
konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
BAB III
KESIMPULAN
Proses audit
laporan keuangan memang membuka peluang bahkan pada kondisi tertentu
mensyaratkan pelibatan auditor eksternal. Untuk itu, auditor eksternal yang
dipilih haruslah diakui integritasnya serta prosesnya harus terlaksana
berdasarkan kaidah-kaidah yang telah diakui validitasnya, dalam hal ini Pedoman
Standar Akuntansi Keuangan dan Standar Profesional Akuntan Publik.
Pemberian
pemahaman masalah esensial akuntansi dan keuangan yang ada pada seluruh bagian
lembaga dengan proporsi yang tepat adalah penting untuk membangun kesepahaman
diantara seluruh unsur lembaga.
Dalam kode etik yang telah disebutkan pada
Etika profesi akuntan telah diatur bagaimana seharusnya para akuntan bertindak.
Akan tetapi pada kenyataannya, selalu ada penyimpangan- penyimpangan yang
dilakukan oleh para akuntan. Penyimpangan- penyimpangan ini tentunya berdampak
kurang baik terhadap kredibilitas maupun nama baik akuntan di mata masyarakat.
BAB IV
PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami paparkan,
mungkin dalam makalah ini banyak kekurangan dari penulis, maka daripada itu
kami selaku penulis mengharapkan keritik dan saran dari Bapak selaku pembimbing
matakuliah ETIKA BISNIS DAN PROPESI.
Kurang lebihnya kami mohon maaf, penulis
berharap makalah ini dapat bermanfaat dimasa sekarang atau yang akan datang.
Billahi fi sabililhaq fastabiqhul khairat,
wassalamualaikum Wr.Wb
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Analisa 6 kasus
6.
anwarsyam. 2012. Fungsi dan Peranan Besar Internal
Auditor. http://anwarsyam.staff.ipb.ac.id/2012/03/14/fungsi-dan-peranan-besar-internal-auditor/ . Di akses pada 14 Maret 2012
kerockan. 2010. Fungsi dan cara kerja akuntansi publik. http://kerockan.blogspot.com/2010/10/fungsi-dan-cara-kerja-akuntansi-publik.html. Di akses pada 14 Oktober 2010.
Aniesrusyantini. 2012. Kasus-kasus pelanggaran etika
profesi akuntansi. http://aniesrusyantini.blogspot.com/2012/01/kasus-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html. Di akses pada 12 January 2012.
K. Bertens, 1994, Etika, Jakarta :
Gramedia Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar