Jumat, 13 Juni 2014

Inflasi Dalam Ekonomi Islam

MAKALAH EKONOMI ISLAM
MENGENAI
                              INFLASI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah ”EKONOMI ISLAM”
                               Disusun Oleh :
  Jul Zaenal Nurdin                       ( 2012.35.1847)
  Muhammad Fatah                      ( 2012.35.1793 )
  Novy Retnoningsih                     ( 2012.35.1787 )
                              Ramdhani                                    ( 2012.35.1848 )
  Yuniasih Solifah                          ( 2012.35.1805)



S1 AKUNTANSI MALAM TAHUN 2012
SEKOLAH TINGGI  ILMU EKONOMI AHMAD DAHLAN (STIE AD) JAKARTA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Inflasi di dunia ekonomi modern sangat memberatkan masyarakat. Hal ini dikarenakan inflasi dapat mengakibatkan lemahnya efisiensi dan produktifitas ekonomi investasi, kenaikan biaya modal, dan ketidakjelasan ongkos serta pendapatan di masa yang akan datang. Terjadinya inflasi dapat mendistorsi harga-harga relatif, tingkat pajak, suku bunga riil, pendapatan masyarakat akan terganggu, mendorong investasi yang keliru, dan menurunkan moral. Maka dari itu, mengatasi inflasi merupakan sasaran utama kebijakan moneter. Pengaruh inflasi cukup besar pada kehidupan ekonomi, inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak mendapat perhatian para ekonom, pemerintah, maupun masyarakat umum. Berbagai teori, pendekatan dan kebijakan dikembangkan supaya inflasi dapat dikendalikan sesuai dengan yang diinginkan.
Permasalahan tersebut menimbulkan reaksi para ahli ekonomi Islam, dimana Ekonomi Islam dipercaya dapat mengatasi inflasi dengan mengubah perilaku masyarakat dan pemimpin negeri ini. Selain itu juga dapat diatasi dan bahkan dihilangkan jika menggunakan sistem uang yang berbasis pada dinar (emas) dan dirham (perak). Karena emas dan perak sangat stabil, dan tidak dapat diproduksi seenaknya. Karena dinar dan dirham sangat tergantung kepada persediaan emas dan perak. Maka dari itu dalam ekonomi Islam tidak dikenal dengan inflasi, karena mata uang yang dipakai adalah dinar dan dirham, yang mana mempunyai nilai yang stabil dan dibenarkan oleh Islam, namun dinar dan dirham di sini adalah dalam artian yang sebenarnya yaitu yang dalam bentuk emas maupun perak bukan dinar-dirham yang sekedar nama




2.1              Rumusan Masalah
2.1.1        Bagaimana pandangan Islam terhadap uang ?
2.1.2        Apakah yang dimaksud dengan inflasi dilihat dari sudut pandang konvensional dan sudut pandang islam ?
2.1.3        Apa saja yang menyebabkan terjadinya inflasi ?
2.1.4        Apa saja kebijakan – kebijakan yang berhubungan dengan inflasi ?

3.1       Tujuan Penulisan
3.1.1        Untuk mengetahui pandangan Islam terhadap uang.
3.1.2        Untuk mengetahui pengertian inflasi baik dari sudut pandang konvensional dan sudut pandang islam.
3.1.3        Untuk mengetahui penyebab – penyabab sehingga timbulnya inflasi.
3.1.4        Untuk mengetahui kebijakan – kebijakan yang berhubungan dengan inflasi.
















BAB II
PEMBAHASAN
2.1              Pandangan Islam tentang Uang
Pada dasarnya islam memandang uang hanya sebagai alat tukar, bukan sebagai barang dagangan (komoditas). Oleh karena itu motif permintaan akan uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan untuk spekulasi.
Ajaran Islam sangat mendukung fungsi uang sebagai media petukaran (medium of exchange) karena banyak hadis-hadis Rasulullah yang tidak menganjurkan barter tetapi sangat menganjurkan terjadinya transaksi jual beli antara uang dihadapkan dengan barang dan jasa. Contoh hadist yang diriwayatkan oleh Ata Ibn Yasar, Abu Said, dan Abu Hurairah, Abu Said Al Kudri : “Ternyata Rasulullah SAW, tidak menyetujui transaksi-transaksi dengan system barter, untuk itu dianjurkan sebaiknya menggunakan uang. Nampaknya beliau melarang bentuk pertukaran seperti itu karena ada unsur riba didalamnya”.
Dalam konsep islam tidak dikenal Money Demand for speculation, karena spekulasi tidak diperbolehkan. Kebalikan dari sistem konvensional yang memberikan bunga atas harta, islam malah menjadikan harta sebagai obyek zakat. Peranan uang sebagai alat tukar dan alat ukur juga tampak dari hadits Nabi Saw, yaitu ketika beliau mewajibkan zakat atas aset moneter (emas dan perak). Secara tidak langsung Nabi mengatakan, bahwa uang sebagai faktor produksi mempunyai potensi untuk berkembang melalui usaha-usaha produktif yang riil.
Uang adalah milik masyarakat sehingga menimbun uang di bawah bantal (dibiarkan tidak produktif) dilarang, karena hal itu berarti mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Dalam pandangan islam, uang adalah flow concept, sehingga harus selalu berputar dalam perekonomian. semakin cepat uang berputar dalam perekonomian, maka akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan semakin baik perekonomian.

Pemikiran Al-Ghazali yang  cukup menakjubkan tentang fungsi uang adalah teorinya yang menyatakan bahwa uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna. (Ihya, 4 : 91-93). Maksudnya, uang tidak memiliki harga (intrinsik) tetapi dapat dapat merefleksikan semua harga. Atau dalam istilah ekonomi klasik dikatakan, uang tidak memberi kegunaan langsung (direct utility function). Hanya bila uang itu digunakan untuk membeli barang, barulah barang itu memiliki kegunaan.
Dalam ekonomi Islam sebagaimana dijelaskan al-Ghazali, fungsi uang adalah sebagai media pertukaran dan standar harga barang. Siapa yang menggunakan uang tidak sesuai dengan fungsinya, berarti dia telah kufur nikmat dalam penggunaan uang. Menimbun uang merupakan tindakan tercela dalam perspektif ekonomi Islam, karena ia telah memenjarakan uang dan mencegah fungsi sebenarnya. Kata al-Ghazali, penimbunan uang persis seperti orang yang memenjarakan hakim kaum muslimin, sehingga kelancaran persidangan hukum terhambat. Kalau uang itu disimpan saja, maka hikmat-hikmatnya pun akan hilang dan tujuan dari adanya uang itu tidak terwujud.
Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, islam menganjurkan untuk melakukan investasi dengan prinsip Musyarakah atau Mudharabah, yaitu bisnis dengan bagi-hasil. Bila ia tidak ingin mengambil risiko karena ber-musyarakah atau mudharabah, maka islam sangat menganjurkan untuk melakukan qard, yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apa pun, karena meminjamkan uang untuk memperoleh imbalan adalah riba.
Secara mikro, qard tidak memberikan manfaat langsung bagi orang yang meminjamkan. Namum secara makro, qard akan memberikan manfaat tidak langsung bagi perekonomian secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena pemberian qard membuat velocity of money ( percepatan perputaran uang) akan bertambah cepat, yang berarti bertambahnya darah baru bagi perkonomian, sehingga pendapatan nasional (national income) meningkat. Dengan peningkatan pendapatan nasional, maka si pemberi pinjaman akan meningkat pula pendapatannya. Demikian pula, pengeluaran shadaqah juga akan memberikan manfaat yang lebih kurang sama dengan pemberian qard.
2.2              Pengertian Inflasi
Menurut Ekonomi Konvesional inflasi berarti kenaikan harga barang / komoditas dan jasa dalam periode waktu tertentu. Inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit perhitungan moneter terhadap suatu komoditas. Menurut para ekonom modern, inflasi berupa kenaikan menyeluruh jumlah uang yang harus dibayarkan (nilai unit perhitungan moneter) terhadap barang / komoditas dan jasa.
Sedangkan Menurut Teori Inflasi Islam meskipun sebagian kalangan mengatakan bahwa Islam tidak mengenal istilah inflasi, karena mata uangnya stabil dengan digunakannya mata uang  dinar dan dirham. Penurunan nilai masih mungkin terjadi, yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu mengalami penurunan, diantaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah yang besar, tapi keadaan ini kecil sekali kemungkinannya.
Menurut perfektif Al-Quran, sumber munculnya gejolak ekonomi, yang ditunjukkan dengan inflasi yang tinggi adalah akibat penggunaan mata uang yang menyimpang dari Al-Quran. Penyimpangan itu tidak lain adalah menjadikan mata uang sebagai alat komoditi dalam rangka untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan itu disebut dalam Al-Quran dengan riba, baik riba nasi’ah maupun riba fadhol.
2.3              Penyebab Terjadinya Inflasi
·      Berdasarkan teori ekonomi konvensional, inflasi dapat digolongkan berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1.   Natural inflation dan  human error inflation. Natural inflation adalah inflasi yang terjadi karena sebab alamiah yang tidak dapat dicegah oleh manusia., sedangkan human eror inflation adalah inflasi yang terjadi karena kesalahan manusia.
2.   Actual/anticipated /expacted inflation dan unanticipated/ unexpected inflation. Pada expacted inflation tingkat suku bungan pinjaman riil sama dengan tingkat suku bungan pinjaman nominal dikurangi inflasi. Sedangkan pada unexpected inflation, tingkaat suku bunga pinjaman nomina belum dan tidak merefleksikan kompensasi terhadap efek inflasi.
3.   Demand pull dan cost push inflation. Demand pull inflation diakibatkan oleh perubahan yang terjadi pada sisi permintaan agregat (AD) barang dan jasa pada suatu perekonomian, sedangkan cost push inflation terjadi karena adanya perubahan-perubahan pada sisi penawaran agregat (AS) barang dan jasa pada suatu perekonomian.
4.   Spiralling inflation, yaitu inflasi yang diakibatkan oleh inflasi yang terjadi sebelumnya, semnetara inflasi yang sebelumnya terjadi sebagai akibat inflasi terdahulu, demikian seterusnya.
5.   Imported inflation dan domestic inflation. Imported inflation adalah inflasi yang dialami oleh suatu negara karena posisinya sebagai price taker dalam pasar perdagangan internasional. Sementara itu, domestic inflation hanya terjadi di suatu negara tanpa mempengaruhi negra-negara lain.

·      Menurut Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad bin al-Maqrizi (1364M – 1441M), yang merupakan salah satu murid Ibn Khaldun, menggolongkan faktor penyebab inflasi dalam dua golongan yaitu :
1.      Natural Inflation, inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-sebab ilmiah yang tidak mampu dikendalikan orang. Inflasi ini diakibatkan oleh turunnya penawaran agregat (AS) atau naiknya Permintaan Agregatif (AD). Berdasarkan penyebabnya, natural inflation dapat dibedakan menjadi dua golongan berikut :
a.       Akibat uang yang masuk dari luar terlalu banyak, dengan ekspor meningkat (X↑) sedangkan impor menurun (M). Nilai net eksport yang sangat besar mengakibatkan naiknya Permintaan Agregat (AD↑). Hal ini pernah terjadi pada semasa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab r.a. Pada masa itu, khalifah pedagang yang menjual barang di luar negeri membeli barang dari luar negeri lebih sedikit daripada nilai barang yang mereka jual. Kondisi ini mendatangkan uang lebih yang dibawa pulang ke Madinah sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat naik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, khalifah Umar bin Khattab r.a. melarang penduduk Madinah membeli barang atau komoditas selama 2 hari berturut-turut. Akibatnya, permintaan agregatif turun. Setekah pelarangan tersebut berakhir, harga kembali normal.
b.      Akibat turunnya tingkat produksi (AS↓) karena paceklik, perang, ataupun embargo, dan boikot. Hal ini pernah terjadi semasa pemerintahan Khlaifah Umar bin Khattab. Saat itu terjadi kelangkaan gandum , mengakibatkan naiknya harga gandum tersebut. Untuk mengatasinya, Khalifah Umar r.a. mengimpor gandum dari Fustat, Mesir, sehingga penawaran agregatuf (AS) barang di pasar kembali naik (AS↑) yang mengakibatkan turunnya tingkat harga.
2.       Human Error Inflation
Adalah inflasi yang terjadi karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia sendiri (QS Ar-Rum ayat 41). “ Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)
Penyebab di antaranya :
     Korupsi dan administrasi yang buruk (corruption and bad administration)
    Pajak yang berlebihan (excessive tax)
     Pencetakan uang yang berlebihan (Escessive Seignorage)  







2.4              Kebijakan dalam Hal Inflasi
·      Berdasarkan teori ekonomi konvensioal, kebijakan-kebijakan yang bisa diambil demi mengatasi inflasi, antara lain :
1. Kebijakan moneter
Segala kebijakan pemerintah dibidang moneter dengan tujuan menstabilan moneter untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, kebijakan ini meliputi:
a.  Politik diskonto, yaitu dengan cara mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menaikkan suku bunga bank, hal ini diharapkan permintaan kredit akan berkurang.
b.  Operasi pasar terbuka, yaitu dengan mengurangi jumlah uang yang beredar dengan 
     cara menjual SBI.
c.  Menaikkan cadangan kas, dengan menaikkan cadangan kas, maka uang yang  
     diedarkan oleh bank umum menjadi berkurang
d.  Kredit selektif, yaitu politik bank sentral untuk mengurangi jumlah
     uang yang  beredar dengan cara memperketat pemberian kredit.
e.  Politik sanering, hal ini dilakukan jika sudah terjadi hiperinflasi, dan
     hal ini pernah dilakukan oleh BI dengan cara (pemotongan nominal
     uang yang asalnya Rp. 1.000 menjadi Rp. 1.
2.  Kebijakan fiscal, dapat diukur dengan cara:
a.  Menaikkan tarif pajak sebagai pembayaran pajak, sehingga dapat
     mengurang jumlah uang yang beredar.
b.  Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
c.  Mengadakan pinjaman pemerintah.
3.  Kebijakan non moneter, dapat dimulai melalui:
a. Mainkan hasil produksi, pemerintah memberikan subsidi kepada  
    industry untuk lebih produktif dan menghasilkan output yang lebih
    banyak, sehingga harga akan barang menjadi turun.

b.  Kebijakan upah, pemerintah menghimbau kepada serikat buruh untuk
tidak meminta dinaikkan upah disaat sedang inflasi.
c.  Pengawasan harga, kebijakan pemerintah dengan menentukan harga
     terhadap barang-barang tertentu.

·      Dalam Prespektif Ekonomi Islam , Islam sebetulnya punya solusi menekan laju inflasi seperti yang telah dikemukan oleh al-Ghazali (1058-1111) yang menyatakan, pemerintah mempunyai kewajiban menciptakan stabilitas nilai uang. Dalam ini al-Ghazali membolehkan penggunaan uang yang bukan berasal dari logam mulia seperti dinar dan dirham, tetapi dengan syarat pemerintah wajib menjaga stabilitas nilai tukarnya dan pemerintah memastikan tidak ada spekulasi dalam bentuk perdagangan uang.  Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah (1263-1328)  berpendapat pemerintah seharusnya mencetak uang harus sesui dengan nilai yang adil atas transaksi masyarakat, tidak memunculkan kezaliman terhadap mereka. Ini berarti Ibnu Taimiyah menekankan bahwa percetakan uang harus seimbang dengan trasnsaksi pada sector riil. Uang sebaiknya dicetak hanya pada tingkat minimal yang dibutuhkan untuk bertransaksi dan dalam pecahan yang mempunyai nilai nominal yang kecil.
Menurut Husain Shahathah beberapa solusi untuk mengatasi inflasi adalah :
1.   Reformasi terhadap system moneter yang ada sekarang dan menghubungkan antara         kuantitas uang dengan kuantitas produksi.
2.   Mengarahkan belanja dan melarang sikap berlebihan dan belanja yang tidak bermanfaat.
3.   Larangan menyimpan (menimbun) harta dan mendorong untuk menginvestasikannya.
4.Meningkatkan produksi dengan memberikan dorongan kepada masyarakat secara materil dan moral. Menjaga pasokan barang kebutuhan pokok merupakan yang krusial untuk bias        mengendalikan inflasi.

BAB III
PENUTUP
3.1              Kesimpulan
Pada dasarnya islam memandang uang hanya sebagai alat tukar, bukan sebagai barang dagangan (komoditas). Oleh karena itu motif permintaan akan uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan untuk spekulasi. Dalam ekonomi Islam sebagaimana dijelaskan al-Ghazali, fungsi uang adalah sebagai media pertukaran dan standar harga barang. Uang sebagai alat tukar akan mengalami ketidak stabilan harga atau kenaikan harga ketika jumlah uang yang beredar di dalam masyarakat banyak,  maka akan mengakibatkan inflasi, inflasi diartikan menurut ekonomi konvensional ialah  kenaikan harga barang/komoditas dan jasa dalam periode waktu tertentu. Sedangkan menurut  ekonomi islam inflasi ialah ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu mengalami penurunan, diantaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah yang besar, tapi keadaan ini kecil sekali kemungkinannya.ada beberapa penyebab inflasi, menurut ekonomi konvensional yaitu Natural inflation ( alamiah),  human error inflation ( kesalahan manusia),Actual/anticipated /expacted inflation ( suku bunga pinjaman riil = suku bunga pinjaman nominal) dan unanticipated/ unexpected inflation (suku bunga pinjaman nominal tidak merefleksikan kompensasi). Demand pull (perubahan permintaan agregrat /AD ) dan cost push inflation ( perubahan penawaran agregarat/ AS ) Spiralling inflation ( karena terjadi inflasi sebelumnya),Imported inflation ( Negara sebagai price taker ) dan domestic inflation (berada di satu Negara saja ). Menurut Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad bin al-Maqrizi (1364M – 1441M), yang merupakan salah satu murid Ibn Khaldun, menggolongkan faktor penyebab inflasi dalam dua golongan yaitu Natural Inflation ( ilmiah ), penyebabnya Akibat uang yang masuk dari luar terlalu banyak, dengan ekspor meningkat (X↑) sedangkan impor menurun (M↓). dan akibat turunnya tingkat produksi (AS↓) karena paceklik, perang, ataupun embargo, dan boikot. dan Human Error Inflation ( kesalahan manusia) penyebab Korupsi dan administrasi yang buruk (corruption and bad administration), Pajak yang berlebihan (excessive tax), dan Pencetakan uang yang berlebihan (Escessive Seignorage). Dalam menghadapi inflasi terdapat kebijakan dalam hal inflasi, berdasarkan teori ekonomi konvensioal, kebijakan – kebijakan mengatasi inflasi yaitu  kebijakan moneter ( keuangan ) dengan cara politik diskonto ( menaikan suku bunga bank ), Operasi pasar terbuka (menjual SBI), menaikkan cadangan kas, kredit selektif( mengurangi pemberina kredit), dan  politik sanering (pemotongan nominal) . kebijakan fiscal dengan cara menaikkan tarif pajak, mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah,Mengadakan pinjaman pemerintan. Dan kebijakan non moneter yaitu mainkan hasil produksi, kebijakan upah,   Pengawasan harga,
Dalam Prespektif Ekonomi Islam, dalam hal ini al-Ghazali membolehkan penggunaan uang yang bukan berasal dari logam mulia seperti dinar dan dirham, tetapi dengan syarat pemerintah wajib menjaga stabilitas nilai tukarnya dan pemerintah memastikan tidak ada spekulasi dalam bentuk perdagangan uang.  Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah (1263-1328)  berpendapat pemerintah seharusnya mencetak uang harus sesui dengan nilai yang adil atas transaksi masyarakat, tidak memunculkan kezaliman terhadap mereka. menurut Husain Shahathah beberapa solusi untuk mengatasi inflasi adalah reformasi terhadap system moneter, mengarahkan belanja dan melarang sikap berlebihan, larangan menyimpan (menimbun) harta dan mendorong untuk menginvestasikannya dan meningkatkan produksi


3.2              Saran
Pemerintah sebaiknya memperlakukan uang sebagai alat tukar dan standar harga,  jangan dijadikan sebagai barang dagangan komoditas yang dipasarkan di pasar saham, jika hal ini terjadi bisa mengakibatkan salah satu penyebab inflasi, dan ketika inflasi terjadi sebaiknya pemerintah cepat dan tanggap mengatasi inflasi tersebut, sehingga dampaknya tidak lama, yang mengakibatkan masyarakat menjadi susah dalam hal mendapatkan kebutuhannya.