Yuniasih Solifah (2012.35.1805)
Ekonomi Islam
S1 Akuntansi
PERILAKU KONSUMSI ISLAM
Keinginan untuk memenuhi kebutuhan
hidup merupakan naluri manusia. Sejak kecil, bahkan ketika baru lahir, manusia
sudah menyatakan keinginan untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara,
misalnya dengan menangis untuk menunjukkan bahwa seorang bayi lapar dan ingin
minum susu dari ibunya. Semakin besar dan akhirnya dewasa, keinginan dan
kebutuhan seorang manusia akan terus meningkat dan mencapai puncaknya pada usia
tertentu untuk seterusnya menurun hingga seseorang meninggal dunia.
Teori Perilaku konsumen (consumer
behavior) mempelajari bagaimana manusia memilih di antara berbagai pilihan yang
dihadapinya dengan memanfaatkan sumberdaya (resources) yang dimilikinya.
konsumsi dalam ekonomi
Islam adalah memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu
memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan
kesejahteraan atau kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah).
Ada
tiga nilai dasar yang menjadi fondasi bagi perilaku konsumsi masyarakat muslim
:
1.
Keyakinan akan adanya hari kiamat dan kehidupan
akhirat, prinsip ini mengarahkan seorang konsumen untuk mengutamakan konsumsi
untuk akhirat daripada dunia. Mengutamakan konsumsi untuk ibadah daripada
konsumsi duniawi. Konsumsi untuk ibadah merupakan future consumption (karena
terdapat balasan surga di akherat), sedangkan konsumsi duniawi adalah present
consumption.
2.
Konsep sukses dalam kehidupan seorang muslim
diukur dengan moral agama Islam, dan bukan dengan jumlah kekayaan yang
dimiliki. Semakin tinggi moralitas semakin tinggi pula kesuksesan yang
dicapai. Kebajikan, kebenaran dan
ketaqwaan kepada Allah merupakan kunci moralitas Islam. Kebajikan dan kebenaran dapat dicapai dengan
prilaku yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan dan menjauhkan diri dari
kejahatan.
3.
Kedudukan harta merupakan anugrah Allah dan
bukan sesuatu yang dengan sendirinya bersifat buruk (sehingga harus dijauhi
secara berlebihan). Harta merupakan
alat untuk mencapai tujuan hidup, jika diusahakan dan dimanfaatkan dengan
benar.(QS.2.265)
Prinsip Konsumsi Dalam Islam
Menurut Manan, ada 5 prinsip
konsumsi dalam islam :
1.
Prinsip Keadilan, prinsip ini mengandung arti ganda
mengenai mencari rizki yang halal dan tidak dilarang hukum. Firman Allah dalam
QS : Al-Baqarah : 173
173.
Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging
babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah[108].
tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[108] Haram juga menurut ayat Ini daging yang
berasal dari sembelihan yang menyebut nama Allah tetapi disebut pula nama
selain Allah.
Pelarangan dilakukan karena
berkaitan dengan hewan yang dimaksud berbahaya bagi tubuh dan tentunya
berbahaya bagi jiwa , terkait dengan moral dan spritual (Mempersekutukan tuhan)
2. Prinsip
Kebersihan, makanan
harus baik dan cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga
merusak selera.
3. Prinsip
Kesederhanaan, prinsip ini mengatur perilaku manusia
mengenai makan dan minuman yang tidak berlebihan Firman Allah dalam QS :
Al-A’raaf :31
31. Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah
di setiap (memasuki) mesjid[534], makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
[534] Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan
sembahyang atau thawaf keliling ka'bah atau ibadat-ibadat yang lain.
[535] Maksudnya: janganlah melampaui batas yang
dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang
dihalalkan.
4. Prinsip
kemurahan hati, dengan mentaati perintah Islam tidak ada
bahaya maupun dosa ketika kita memakan
dan meminum makanan halal yang disediakan Tuhannya. Firman Allah dalam QS :
Al-Maidah : 96
96. Dihalalkan bagimu binatang buruan laut[442]
dan makanan (yang berasal) dari laut[443] sebagai makanan yang lezat bagimu,
dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap)
binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah
yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.
[442] Maksudnya: binatang buruan laut yang
diperoleh dengan jalan usaha seperti mengail, memukat dan sebagainya. termasuk
juga dalam pengertian laut disini ialah: sungai, danau, kolam dan sebagainya.
[443] Maksudnya: ikan atau binatang laut yang
diperoleh dengan mudah, Karena Telah mati terapung atau terdampar dipantai dan
sebagainya.
5. Prinsip
moralitas, seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah
sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepadanya setelah makan
Prilaku Konsumsi Islami
Dalam melakukan kegiatan konsumsi, Islam telah mengaturnya secara baik. Prilaku
konsumsi Islami membedakan konsumsi yang dibutuhkan (needs) yang dalam
Islam disebut kebutuhan hajat dengan konsumsi yang dinginkan (wants)
atau disebut syahwat. Konsumsi yang sesuai kebutuhan atau hajat
adalah konsumsi terhadap barang dan jasa yang benar-benar dibutuhkan untuk
hidup secara wajar. Sedangkan konsumsi yang disesuai dengan keinginan atau syahwat
merupakan konsumsi yang cenderung berlebihan, mubazir dan boros.
Konsep Maslahah Dalam Prilaku Konsumen Islami
Menurut Imam Shatibi, maslahah
adalah sifat atau kemampuan barang dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan tujuan dasar dari kehidupan
manusia di muka bumi ini (Khan dan Ghifari, 1992). Ada lima elemen dasar
menurut beliau, yakni: kehidupan atau jiwa (al-nafs), properti atau harta benda
(al mal), keyakinan (al-din), intelektual (al-aql), dan keluarga atau keturunan
(al-nasl). Semua barang dan jasa yang mendukung tercapainya dan terpeliharanya
kelima elemen tersebut di atas pada setiap individu, itulah yang disebut
maslahah. Kegiatan-kegiatan ekonomi meliputi produksi, konsumsi dan pertukaran
hyang menyangkut maslahah tersebut harus dikerjakan sebagai suatu ‘religious
duty‘ atau ibadah. Tujuannya bukan hanya kepuasan di dunia tapi juga
kesejahteraan di akhirat.
Dalam membandingkan konsep
‘kepuasan’ dengan ‘pemenuhan kebutuhan’ (yang
terkandung di dalamnya maslahah), kita perlu membandingkan
tingkatan-tingkatan tujuan hukum syara’ yakni antara daruriyyah, tahsiniyyah
dan hajiyyah. Penjelasan dari masing-masing tingkatan itu sebagai berikut:
Daruriyyah : Tujuan daruriyyah merupakan tujuan yang harus ada dan mendasar
bagi penciptaan kesejahteraan di dunia dan akhirat, yaitu mencakup
terpeliharanya lima elemen dasar kehidupan yakni jiwa, keyakinan atau agama,
akal/intelektual, keturunan dan keluarga
serta harta benda. Jika tujuan daruriyyah diabaikan, maka tidak akan ada
kedamaian, yang timbul adalah kerusakan (fasad) di dunia dan kerugian yang nyata
di akhirat.
Hajiyyah : Syari’ah bertujuan memudahkan kehidupan dan menghilangkan
kesempitan. Hukum syara’ dalam kategori ini tidak dimaksudkan untuk memelihara
lima hal pokok tadi melainkan menghilangkan kesempitan dan berhati-hati
terhadap lima hal pokok tersebut.
Tahsiniyyah : syariah menghendaki kehidupan yang indah dan nyaman di dalamnya.
Terdapat beberapa provisi dalam syariah yang dimaksudkan untuk mencapai
pemanfaatan yang lebih baik, keindahan dan simplifikasi dari daruriyyah dan
hajiyyah. Misalnya dibolehkannya memakai baju yang nyaman dan indah.
Dasar Hukum konsumsi Dalam Islam
1.
Sumber yang ada dalam al-Qur’an
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا
وَلاَتُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya
:
Makan dan minumlah, namun janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah itu tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.
2.
Sumber yang berasal dari Sunnah yang artinya Abu Said al Chodry berkata:
ketika kami dalam berpergian bersama nabi saw,mendadak datang seseorang
berkendara,sambil menoleh kekanan kekiri seolah-olah mengharapkan bantuan
makanan,maka bersabda Nabi Saw siapa yang mempuyai kelebihan kendaraan harus
dibantu pada yang tidak memiliki kendaraan.dan siapa yang mempunyai kelebihan
bekal harus dibantu pada yang tidak memiliki bekal.kemudian rasulullah menyebut
berbagai macam jenis kekayaan hingga kita merasakan seseorang tidak berhak
memilki sesuatu yang lebih dari kebutuhan hajatnya.(H.Rbukhari).
Tingkatan
konsumsi seorang Muslim menurut imam asy Syaibani:
1.
Al
Mutadanni: pemuasan kebutuhan sama dengan nol sampai pada pemuasan kebutuhan
mengganjal perut (Sadd Ramq) dengan kadar yang memungkinkan orang melakukan
ibadah dan ketaatan.
2.
Kifayah:
pemuasan kebutuhan diatas perut sampai tingkatan Sorof. Wilayah ini hukumnya
mubah/boleh.
3.
Sorof:
berlebihan
Konsumsi yang
terbaik menurut beliau (imam asy saibani) adalah yang tepat berada diantara
Sadd ramq dengan Kifayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar