Rabu, 30 April 2014

Perilaku Konsumsi Islam



Yuniasih Solifah (2012.35.1805)
Ekonomi Islam
S1 Akuntansi

PERILAKU KONSUMSI ISLAM

  Keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup merupakan naluri manusia. Sejak kecil, bahkan ketika baru lahir, manusia sudah menyatakan keinginan untuk memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara, misalnya dengan menangis untuk menunjukkan bahwa seorang bayi lapar dan ingin minum susu dari ibunya. Semakin besar dan akhirnya dewasa, keinginan dan kebutuhan seorang manusia akan terus meningkat dan mencapai puncaknya pada usia tertentu untuk seterusnya menurun hingga seseorang meninggal dunia.
  Teori Perilaku konsumen (consumer behavior) mempelajari bagaimana manusia memilih di antara berbagai pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan sumberdaya (resources) yang dimilikinya.
konsumsi dalam ekonomi Islam adalah memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah).
Ada tiga nilai dasar yang menjadi fondasi bagi perilaku konsumsi masyarakat muslim :
1.            Keyakinan akan adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat, prinsip ini mengarahkan seorang konsumen untuk mengutamakan konsumsi untuk akhirat daripada dunia. Mengutamakan konsumsi untuk ibadah daripada konsumsi duniawi. Konsumsi untuk ibadah merupakan future consumption (karena terdapat balasan surga di akherat), sedangkan konsumsi duniawi adalah present consumption.
2.            Konsep sukses dalam kehidupan seorang muslim diukur dengan moral agama Islam, dan bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi moralitas semakin tinggi pula kesuksesan yang dicapai.  Kebajikan, kebenaran dan ketaqwaan kepada Allah merupakan kunci moralitas Islam.  Kebajikan dan kebenaran dapat dicapai dengan prilaku yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan dan menjauhkan diri dari kejahatan.
3.            Kedudukan harta merupakan anugrah Allah dan bukan sesuatu yang dengan sendirinya bersifat buruk (sehingga harus dijauhi secara berlebihan).  Harta merupakan alat untuk mencapai tujuan hidup, jika diusahakan dan dimanfaatkan dengan benar.(QS.2.265)

Prinsip Konsumsi Dalam Islam
Menurut Manan, ada 5 prinsip konsumsi dalam islam :
1.      Prinsip Keadilan, prinsip ini mengandung arti ganda mengenai mencari rizki yang halal dan tidak dilarang hukum. Firman Allah dalam QS : Al-Baqarah : 173

173.  Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah[108]. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[108]  Haram juga menurut ayat Ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut nama Allah tetapi disebut pula nama selain Allah.
Pelarangan dilakukan karena berkaitan dengan hewan yang dimaksud berbahaya bagi tubuh dan tentunya berbahaya bagi jiwa , terkait dengan moral dan spritual (Mempersekutukan tuhan)
2.      Prinsip Kebersihan,  makanan harus baik dan cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera.
3.      Prinsip Kesederhanaan, prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makan dan minuman yang tidak berlebihan Firman Allah dalam QS : Al-A’raaf  :31
31.  Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid[534], makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
[534]  Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling ka'bah atau ibadat-ibadat yang lain.
[535]  Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.

4.      Prinsip kemurahan hati, dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun dosa  ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang disediakan Tuhannya. Firman Allah dalam QS : Al-Maidah : 96

96.  Dihalalkan bagimu binatang buruan laut[442] dan makanan (yang berasal) dari laut[443] sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.
[442]  Maksudnya: binatang buruan laut yang diperoleh dengan jalan usaha seperti mengail, memukat dan sebagainya. termasuk juga dalam pengertian laut disini ialah: sungai, danau, kolam dan sebagainya.
[443]  Maksudnya: ikan atau binatang laut yang diperoleh dengan mudah, Karena Telah mati terapung atau terdampar dipantai dan sebagainya.

5.      Prinsip moralitas, seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepadanya  setelah makan

Prilaku Konsumsi Islami
            Dalam melakukan kegiatan konsumsi, Islam telah mengaturnya secara baik. Prilaku konsumsi Islami membedakan konsumsi yang dibutuhkan (needs) yang dalam Islam disebut kebutuhan hajat dengan konsumsi yang dinginkan (wants) atau disebut syahwat. Konsumsi yang sesuai kebutuhan atau hajat adalah konsumsi terhadap barang dan jasa yang benar-benar dibutuhkan untuk hidup secara wajar. Sedangkan konsumsi yang disesuai dengan keinginan atau syahwat merupakan konsumsi yang cenderung berlebihan, mubazir dan boros.

Konsep Maslahah Dalam Prilaku Konsumen Islami
Menurut Imam Shatibi, maslahah adalah sifat atau kemampuan barang dan jasa yang mendukung  elemen-elemen dan tujuan dasar dari kehidupan manusia di muka bumi ini (Khan dan Ghifari, 1992). Ada lima elemen dasar menurut beliau, yakni: kehidupan atau jiwa (al-nafs), properti atau harta benda (al mal), keyakinan (al-din), intelektual (al-aql), dan keluarga atau keturunan (al-nasl). Semua barang dan jasa yang mendukung tercapainya dan terpeliharanya kelima elemen tersebut di atas pada setiap individu, itulah yang disebut maslahah. Kegiatan-kegiatan ekonomi meliputi produksi, konsumsi dan pertukaran hyang menyangkut maslahah tersebut harus dikerjakan sebagai suatu ‘religious duty‘ atau ibadah. Tujuannya bukan hanya kepuasan di dunia tapi juga kesejahteraan di akhirat.
Dalam membandingkan konsep ‘kepuasan’ dengan ‘pemenuhan kebutuhan’ (yang  terkandung di dalamnya maslahah), kita perlu membandingkan tingkatan-tingkatan tujuan hukum syara’ yakni antara daruriyyah, tahsiniyyah dan hajiyyah. Penjelasan dari masing-masing tingkatan itu sebagai berikut:

Daruriyyah : Tujuan daruriyyah merupakan tujuan yang harus ada dan mendasar bagi penciptaan kesejahteraan di dunia dan akhirat, yaitu mencakup terpeliharanya lima elemen dasar kehidupan yakni jiwa, keyakinan atau agama, akal/intelektual,  keturunan dan keluarga serta harta benda. Jika tujuan daruriyyah diabaikan, maka tidak akan ada kedamaian, yang timbul adalah kerusakan (fasad) di dunia dan kerugian yang nyata di akhirat.

Hajiyyah : Syari’ah bertujuan memudahkan kehidupan dan menghilangkan kesempitan. Hukum syara’ dalam kategori ini tidak dimaksudkan untuk memelihara lima hal pokok tadi melainkan menghilangkan kesempitan dan berhati-hati terhadap lima hal pokok tersebut.

Tahsiniyyah : syariah menghendaki kehidupan yang indah dan nyaman di dalamnya. Terdapat beberapa provisi dalam syariah yang dimaksudkan untuk mencapai pemanfaatan yang lebih baik, keindahan dan simplifikasi dari daruriyyah dan hajiyyah. Misalnya dibolehkannya memakai baju yang nyaman dan indah.
Dasar Hukum konsumsi Dalam Islam

1.      Sumber yang ada dalam al-Qur’an

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَتُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya :
                Makan dan minumlah, namun janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah itu tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

2.      Sumber yang berasal dari Sunnah yang artinya Abu Said al Chodry  berkata:

            ketika kami dalam berpergian bersama nabi saw,mendadak datang seseorang berkendara,sambil menoleh kekanan kekiri seolah-olah mengharapkan bantuan makanan,maka bersabda Nabi Saw siapa yang mempuyai kelebihan kendaraan harus dibantu pada yang tidak memiliki kendaraan.dan siapa yang mempunyai kelebihan bekal harus dibantu pada yang tidak memiliki bekal.kemudian rasulullah menyebut berbagai macam jenis kekayaan hingga kita merasakan seseorang tidak berhak memilki sesuatu yang lebih dari kebutuhan hajatnya.(H.Rbukhari).

Tingkatan konsumsi seorang Muslim menurut imam asy Syaibani:
1.    Al Mutadanni: pemuasan kebutuhan sama dengan nol sampai pada pemuasan kebutuhan mengganjal perut (Sadd Ramq) dengan kadar yang memungkinkan orang melakukan ibadah dan ketaatan.
2.    Kifayah: pemuasan kebutuhan diatas perut sampai tingkatan Sorof. Wilayah ini hukumnya mubah/boleh.
3.    Sorof: berlebihan
Konsumsi yang terbaik menurut beliau (imam asy saibani) adalah yang tepat berada diantara Sadd ramq dengan Kifayah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar